Rabu, 06 April 2011

makalah teori belajar

thanks to SUSRIANTI




BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Dalam proses pengajaran, unsur proses belajar memegang peranan yang vital. Mengajar adalah proses pembimbing kegiatan belajar, bahwa kegiatan mengajar hanya bermakana apabila terjadi kegitan belajar murid. Oleh karena itu, adalah penting sekali bagi setiap guru memahami sebaik-baiknya tentang proses belajar murid, agar ia dapat memberikan bimbingan dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan serasi bagi murid-murid. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as demodification or strengthening of behavior through experiencing).
Menurut pengertian ini belajar merupakan suatu proses, suatu kegitan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan sutu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. Pengertian ini sangat berbeda dengan pengertian lama tentang belajar, yang menyatakan bahwa belajar adalah memperoleh pengetahuan, bahwa belajar adalah latihan-latihan pembentukan kebiasaan secara otomatis dan seterusnya.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang dikemukakan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana prinsip-prinsip teori belajar perilaku?
2. Bagaimana konsep teori belajar sosial?


1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka kita dapat mengambil manfaat sebagai tujuan. Adapun tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Agar mengetahui prinsip-prinsip teori belajar perilaku
2. Agar mengetahui konsep teori belajar sosial
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Prinsip-Prinsip Teori Belajar Perilaku
Ada beberapa prinsip yang melandasi teori-teori perilaku akan diuraikan dibawah ini:
2.1.1. Konsekuensi-konsekuensi
Prinsip yang paling penting dari teori belajar perilaku ialah, bahwa prinsip perilaku berubah menurut konsekuensi-konsekuensi langsung. Konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan “memperkuat” perilaku, Sedangkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan “melemahkan” perilaku. Bila seekor tikus yang lapar menerima makanan waktu ia menekan sebuah papan, tikus itu akan menekan papan itu lebih kerap kali. Tetpi bila tikus itu menerima denyutan listik, tikus itu akan menekan papan itu makin berkurang, atau berhenti sama sekali.
Konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan pada umumnya disebut reinfoser, sedangkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan disebut hukuman (punishers).
Reinfosrser-reinforser
Reinfoser-reinfoser dapat dibagi menjadi dua golongan: primer dan skunder. Reinforser primer memuaskan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia,misalnya: makanan, air, keamanan, kemesraan dan seks.
Reinforser sekunder merupakan reinforser yang memperoleh nilainya setelah diasosiasikandengan reinforser primer atau reinforser sekunder lainya yang sudah mantap. Uang baru mempunyai nilai bagi seorang anak bila ia mengetahui, bahwa uang itu dapat digunakanya untuk membeli makanan, misalnya. Angka-angka dalam raporbaru mempunyai nilai bagi siswa, bila orang tuanya memberikan perhatian dan penilaian, dan pujian orang tua mempunyai nilai sebab pujian itu terasosiasi dengan kasih sayang, kemesraan, dan reinforser-reinforser lainya. Uang dan anngka rapor adalah contoh-contoh reinforser sekunder, sebab keduanya tidak mempunyai nilai sendiri, melainkan baru mempunyai nilai serelah diasosiasikan dengan reinforser primer atau reinforser primer atau reinforser sekunder lainya yang lebih mantap. Ada tiga kategori dasar reinforser sekunder. Yaitu reinforser social (seperti pijian, senyuman, atau perhatian), reinforser aktivitas (seperti pemberian mainan,atau kegitan-kegiatan yang menyenangkan), dan reinforser simbolik (seperti uang, angka, bintang, atau point yang dapat ditukarkan untuk reinforser-reinforser lainya).
Kerap kali reinforser-reinforser yang digunakan disekolah merupakan hal-hal yang diberikan kepada siswa-siswa. Reinforser-reinforser ini disebut reinforser positif, dan berupa pujian, angka dan bintang. Tetapi, ada kalanya untuk memperkuat perilaku ialah denghan membuat konsekuensi perilaku suatu pelarian dari situasi yang tidak menyenangkan. Misalnya, seorang guru dapat membebaskan para siswa dari pekerjaan rumah dianggap sebagai suatu tugas yang tidak menyenangkan, maka bebas dari pekerjaan rumah ini merupakan reinforser. Reinforser-reinforser yang berupa pelarian dari situasi-situasi yang tidak menyenangkan disebut reinforser negatif.
Suatu prinsip perilaku penting ialah, kegitan yang kurang diingini dapat ditingkatkan dengan menggabungkanya pada kegitan-kegiatan yang lebih disenagi atau didingini. Misalnya, seorang guru berkata pada muridnya: “ Jika kamu telah selesai mengerjakan soal ini, kamu boleh keluar,”atau”Bersihkan dahulu mejamu, nanti Ibu bacakan cerita.” Kedua contoh ini merupakan contoh-contoh dari suatu prinsip yang dikenal dengan nama prinsip premack (Premack, 1965). Para guru dapat menggunakan prinsip premack ini dengan menggabungkan kegitan-kegiatan yang lebih menyenangkan dengan kegiatan-kegiatan yang kurang menyenangkan, dan membuat partisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang menyenangkan tergantung pada penyelesaian sempurna dari kegiatan-kegiatan yang kurang menyenangkan.
Hukuman
Konsekuensi-konsekuensi yang tidak memperkuat perilaku disebut hukuman. Patut diperhatikan perbedaan antara reinforsemen negative (memperkuat perilaku yang diinginkan dengan menghilanhkan konsekuensi yang tidak menyenangkan) dan hukuman, yang bertujuan mengurangi perilaku dengan menghadapkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan.
Para teoriwan perilaku berbeda mengenai hukuman ini. Ada yang berpendapat, bahwa efek hukuman itu hanya temporer, bahwa hukuman menimbulkan sifat menentang atau agresi. Ada pula teoriwan-teoriwan yang tidak setuju dengan pemberian hukuman. Tetapi termasuk mereka yang mendukung penggunaan hukuman ini, pada umumnya mereka setuju bahwa hukuman itu hendaknya dugunakan, bila reinforsemen telah dicoba dan gagal, dan bahwa hukuman diberikan dalam bentuk selunak mungkin dan hukuman selalu digunakan sebagai bagian dari suatu perencanaan yang teliti, tidak dilakukan karena frustasi.

2.1.2. Kesegaran (immediacy) konsekuensi-konsekuensi
Salah satu prinsip dalam teori belajar perilaku ialah bahwa konsekuensi-konsekuensi yang segera mengikuti perilaku akan lebih mempengaruhi perilaku dari pada konsekuensi-konsekuensi yang lambat datangnya. Prinsip konsekuansi-konsekuensi ini penting artinya dalam kelas. Khususnya bagi murid-murid sekolah dasar, pujian yang diberikan segera setelah anak itu melakukan suatu pekerjaan dengan baik, dapat merupakan suatu reinforser yang lebih kuat dari pada angka yang diberikan kemudian.
2.1.3. Pembentukan (Shaping)
Selain kesegaran dari reinforsemen, apa yang akan diberi reinforsemen, juga perlu diperhatikan dalam mengajar. Bila guru membimbing siswa menuju pencapaian tujuan dengan memberikan reinforsemen pada langkah-langkah yang menuju pada keberhasilan, maka guru itu menggunakan teknik yang disebut pembentukan. Istilah pembentukan “shaping” digunakan dalam teori-teori belajar perilaku dalam mengajarkan ketermpilan-keterampilan baru atau perilaku-perilaku dengan memberikan reinforsemen pada para siswa dalam mendekati perilaku akhir yang diinginkan.
Ringkasan dari langkah-langkah pembentukan dari perilaku baru adalah sebagai berikut:
1. Pilih tujuan , buat tujuan itu sekhusus mungkin.
2. Tentukan sampai dimana siswa-siswa itu sekarang. Apakah kemampuan-kemampuan mereka?
3. Kembangkan satu seri langkah-langkah yang dapt merupakan jenjang untuk membawa mereka dari keadaan mereka sekarang ketujuan yang telah ditetapkan. Bahi sebagian siswa langkah-langkah itu mungkin terlalu besar, untuk sebagian lagi mungkin terlalu kecil. Ubahlah langkah-langkah itu sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa.
4. Berilah umpan balik selama pelajaran berlangsung. Perlu diingat, makin baru materi pelajaran, makin banyak umpan balik dibutuhkan para siswa.

2.2. Teori Belajar Sosial
Teori belajar social menekankan, bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang, tidak random,lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya. Suatu perspektif belajar social menganalisis hubungan kontinu antara variabel-variabel linhkungan ciri-ciri pribadi, dan perilaku terbuka dan tertutup seseorang. Perspektif ini menyediakan interprestasi-interprestasi tentang bagaimana terjadi belajar social, dan bagaimana kita mengatur perilaku kita sendiri. Suatu pembahasan tentang konsep-konsep utama dari teori belajar social akan diberikan dalam bagian berikut.
2.2.1. Pemodelan (Modelling)
Bandura memperhatikan bahwa bahwa penganut-penganut Skinner member penekanan pada efek-efek dari konsekuensi-konsekuensi pada perilaku, dan tidak mengindahkan fenomena pemodelan, yaitu meniru perilaku orang lain, dan pengalaman Vicarious, yaitu belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain. Ia merasa bahwa sebagian besar belajar yang dialami manusia tidak dibentuk dari konsekuensi-konsekuensi, melainkan manusia itu belajar dari suatu model. Guru-guru olahraga mendemonstrasikan loncat tinggi, dan para siswa menirunya. Bandura menyebut ini no-trial learning, sebab para siswa tidak harus melalui proses pembentukan (shapping process), tetapi dapat segera menghasilkan respons yang benar.
2.2.2. Fase Belajar
Menurut Bandura ada empat fase belajar dari model,yaitu fase perhatian (attentional phase), fase retensi (retention phase), fase peproduksi (reproduction phase), dan fase motivasi (motivational phase).
a. Fase perhatian
Fase pertama dalam belajar teori observasional ialah memberikan perhatian pad suatu model. Pada umumnya, para siswa memberikan perhatian pada model-model yang menarik, berhasil, menimbulkan minat dan popular. Inilah sebabnya banyak para siswa meniru pakaian, tata rambut, dan sikap-sikap bintang film misalnya.
Dalam kelas guru akan memperoleh perhatian dari para siswa, dengan menyajikan isyarat-isyarat yang jelas dan menarik (misalnya dengan berkata ”Nah, perhatikan bagaiman Ibu mengatakan jumlah atom oksigen dalam molekul oksigen, dan jumlah molekul oksigen yang bereaksi”. Perhatikan siswa juga akan diperoleh dengan menggunakan hal-hal yang baru, aneh, atau tak terduga, dan dengan memotivasi para siswa agar menaruh perhatian (misalnya dengan berkata, “dengarkan baik-baik, ini akan muncul dalam ujian minggu depan”).
b. Fase Retensi
Belajar observasional terjadi berdasarkan kontiguitas. Dua kejadian contiguous yang diperlukan ialah perhatian pada penampilan model dan penyajian simbolik dari penampilan itu dalam memori jangka panjang (1977 :29)
Observes who code modelled activities into either words, concise labels, or vivid imagery learn abd retain behaviour better than those who simply observe or are mentally preoccupled with other matters while watching”
Dari apa yang dikemukakan oleh oleh bandura ini terlihat betapa pentingnya peranan kata-kata, nama-nama, atau bayangan yang kuat yang dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan yang dimodelkan dalam mempelajari dan mengingat perilaku.
Perlu kita ketahui bahwa, materi pelajaran akan lam diingat, bila pengulangan terbuka terjadi. Tetapi pengulangan tidak selalu harus terbuka. Pengulangan tertutup dari perilaku yang dipelajari melalui belajar observasional kerap kali dilakukan oleh para mahasiswa calon guru yang mempersiapkan pelajaran mereka yang pertama. Dari guru pamong atau guru model, mahasiswa itu belajar bagaimana berdiri dimuka kelas, bagaimana memberikan pelajaran pendahuluan, menuliskan konsep-konseo atau kata-kata baru dipapan tulis, memberikan giliran pada siswa-siswa, memberikan rangkuman, dan lain-lainya. Sebelum mahasiswa itu memberikan pelajaranya, dalam pikiranya ia membayangkan pelajaranya, dalam pikiranya ia membayangkan persiapan yang telah dibuatnya. Pengulangan tertutup semacam ini menolong mahasiswa itu mengingat unsur-unsur pokok dari pola perilaku yang harus dikuasai.Pengulangan tertutup ini menolong terbentuknya kesesuaian antara perilaku mahasiswa itu dan perilaku model.
c. Fase Reproduksi
dalam fase ini bayangan (imagery) atau kode-kode simbolik verbal dalam memori membimbing penampilan yang sebenarnaya dari perilaku yang baru diperoleh. Telah ditemukan, bahwa derajat ketelitian yang tertinggi dalam belajar observasional terjadi, bila tindakan terbuka mengikuti pengulangan secara mental (mental rehearsal).
Fase reproduksi mengijinkan modl atau instuktur untuk melihat apakah komponen-komponen suatu urutan perilaku telah dikuasai oleh yang belajar. Ada kalanya hanya sebagian dari suatu urutan perilaku yang diberi kode yang benar dan dimiliki. Misalnya seorang guru mungkin menemukan setelah memodelkan prosedur-prosedur untuk memecahkan persoalan kuadrat, bahwa beberapa siswa hanya dapat memecahkan sebagian dari persamaan itu. Mereka mungkin membutuhkan pertolongan dalam menguasai seluruh urutan untuk memecahkan persamaan kuadrat itu. Kekurangan penampilan hanya dapat diketahui, bila siswa-siswa diminta untuk menampilkan. Itulah sebabnya fase reproduksi diperlukan. Perlu disebut pentingnya arti umpan balik yang bersifat memperbaiki untuk membentuk perilaku yang diinginkan. Sebagian besar dari psikologi operant mempersoalkan reiforsemen dan hukuman, yang telah kita kenal efeknya terhadap perilaku. Tetapi sebagian besar dari pertanyaan-pertanyaan yang dibuat oleh guru tidak berupa reinforsemen maupun hukuman- hanya bersifat informatif. Mengetahui hasil, umpan balik sederhana, mempunyai efek yang kuat terhadap perilaku berikutnya. Bila seorang siswa telah melihat, memberikan kode, dan mengurangi, dan kemudian mencoba menulis huruf besar “A”, mencoba melakukan loncat jauh, atau mencoba menyusun pantun, guru model hendaknya memberikan umpan balik pada siswa-siswa itu. Umpan balik ini dapat ditujukan pada aspek-aspek yang benar dari penampilan, tetapi, yang lebih penting ialah ditujukan pada aspek-aspek yangb salah dari penampilan. Secara cepat member tahu siswa tentang respons-respons yang tidak tepat sebelum berkembang kebiasaan-kebiasaan yang tidak diinginkan, merupakan pelaksanaan pengajaran yang baik. Umpan balik perbaikan semacam ini jangan dianggap sebagai hukuman. Umpan balik sedini mungkin dalam fase reproduksi merupakan suatu variabel penting dalam perkembangan penampilan keterampilan pada yang diajar.
d. Fase Motivasi
Fase terakhir dalam proses belajar observasional ialah fase motivasi. Para siswa akan meniru suatu model, sebab mereka merasa, bahwa dwngan berbuat demikian mereka akan meningkatkan kemungkinan untuk memperoleh reinforsemen.
Dalam kelas, fase motivasi dari belajar observasional kerap kali terdiri atas pujian atau angka untuk penyesuaian dengan model guru. Para siswa memperhatikan model itu, melakukan latihan, dan menampilkanya, sebab mereka mengetahui, bahwa inilah yang disukai guru, dan menyenangkan guru.
2.2.3. Belajar Vicarious
Telah kita ketahui, bahwa sebagian besar dari belajar observasional termotivasi oleh harapan bahwa meniru model dengan baik akan menuju pada reinforsemen. Tetapi ada orang yang belajar dengan melihat orang diberi reinforsemen atau hukuman waktu terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu. Inilah yang disebutt dengan “Vicarious”.
Guru-guru dalam kelas selalu mengunakan prinsip belajar vicarious. Bila seorang murid berkelakuan tidak baik, dan memuji mereka karena pekerjaan mereka yang baik itu. Anak yang nakal itu melihat, bahwa bekerja memperoleh reinforsemen, karena itu ia pun kembali bekerja.
2.2.4. Pengaturan-sendiri
Konsep penting lainya dalam belajar observasional ialah pengaturan sendiri atau “self-regulation”. Bandura berhipotesis, bahwa manusia mengawasi perilakunya sendiri, mempertimbangkan (judge) perilaku itu terhadap criteria yang disusunya sendiri, dan kemudian memberi reinforsemen atau hukuman pada dirinya sendiri. Kita semua mengetahui, bila kurang dari pada yang sebenarnya. Untuk dapat membuat pertimbangan-pertimbangan (judgments) ini kita harus mempunyai harapan tentang penampilan kita sendiri. Seorang siswa mungkin sudah merasa senang sekali memperoleh 90% betul dalam situ tes, tetapi anak yang lain mungkin sangat kecewa.
Yang menjadi pertanyaan ialah , dimana kita memperoleh kriteri yang kita gunakan untuk mempertimbangkan penampilan kita? Kadang-kadang pertimbangan ini timbul sendiri seperti seorang pelukis, penulis, atau seorang guru bekerja berulang kali untuk memperoleh sebuah lukisan, karangan, atau suatu pelajaran yang baik. Tetapi teori belajar social mengemukakan, bahwa sebagian besar dari criteria ya ng kita miliki untuk penampilan kita, kita pelajari, sperti banyak hal-hal lain, dari model-model dalam dunia social kita. Kita belajar banyak dengan dihadapkan pada model-model. Bila kita memperhatikan perilaku model, dan menciptakan kode-kode imagery bagi apa yang telah kita amati, kita akan belajar dari model itu. Baik pengulangan terbuka maupun pengulangan tertutup menolong kita untuk dapat memiliki perilaku baru yang kita pelajari. Pada suatu saat kita harus mencoba mereproduksi perilaku model itu. Umpan balik untuk memperbaiki, diberikan jauh sebelum fase reproduksi belajar dari model-model, mempunyai efek yang kuat dari perilaku. Reinforsemen dan hukuman yang ditimbulkan sendiri secara langsung dan dialami secara vicarious, menentukan sejauh mana perilaku yang baru itu akan ditampilkan. Dalam pandangan belajar social, belajar dan penampilan adalah dua fenomena yang berbeda.
Respons-respons kognitif kita terhadap perilaku kita sendiri mengizinkan kita untuk mengatur perilaku kita sendiri. Dengan mengamati, kita mengumpulkan data tentang renpons-respons kita. Melalui standar-standar penampilan yang sudah terinternalisasi, kerap kali dipelajari melalui observasi, kita pertimbangkan perilaku kita. Dengan member hadiah atau menghukum kita sendiri, kita dapat mengendalikan perilaku kita secara efektif. Kita tidak perlu dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan lingkungan atau keinginan-keinginan yang datang dari dalam. Ketika dapat belajar menjadi manusia social yang berkpribadian. Dengan menerapkan gagasan-gagasan dari teori belajar social pada diri kita sendiri, kita dapat menjadi guru dan siswa yang lebih baik.







BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Teori belajar sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional. Teori ini dikembangkan oleh Albert bandura (1966). Teori ini menerima sebagian besar prinsip-prinsip teori-teori belajar perilaku, teteapi memberikan lebih banyak penekanan pada efek-efek dari isyarat-isyarat pada perilaku, dan pada proses-proses mental internal. Jadi dalam teori belajar sosial kita belajar dari orang lain. Melalui observasi tentang dunia social kita, melalui interprestasi kognitif dari dunia itu, banyak sekali informasi dan penampilan-penampilan keahlian yang kompleks dapat dipelajari.
Dalam pandangan belajar social “manusia itu tidak dididorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam, dan juga tidak “dipukul” oleh stimulus-stimulus lingkungan. Tetapi fungsi psikologi diterangkan sebagai interaksi yang kontinu dan timbal balik dari determinan-determinan pribadi dan determinan-determinan lingkungan” (bandura,1977 :27).

3.2. Saran
Diharapkan dalam proses belajar mengaajar agar menerapkan gagasan-gagasan dari teori belajar social pada diri kita sendiri, karena dengan itu, kita dapat menjadi guru dan siswa yang lebih baik. dalam teori belajar sosial kita belajar dari orang lain. Oleh karena itu kita harus belajar banyak dari penampilan-penampilan yang kompleks dari orang lain.









DAFTAR PUSTAKA



Dahar Wilis Ratna. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta, Erlangga
Hamalik Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta, Bumi Aksara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

it`s me

it`s me

Laman